Bacaan: Yunus 3:10 - 4:1-11
Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.- Pengkhotbah 7:9
1.Kembangkan sense humor.
Meski kemarahan selalu berhubungan dengan hal-hal serius, tidak jarang penyebabnya adalah hal-hal sederhana, sepele atau bahkan hal yang sangat lucu. Pada saat itulah kita perlu mengembangkan sense humor sehingga kita bisa mentertawakan keadaan atau mentertawakan diri sendiri.
2. Fokus pada solusi dan bukan pada hal-hal yang mengecewakan.
Apa yang kita lakukan, perasaan apa yang berkecambuk dalam hati kita, atau apapun juga yang kita alami akan tergantung dengan fokus kita. Jika kita fokus pada hal-hal yang mengecewakan seperti perlakuan menyakitkan, pengkhianatan, kecurangan, atau pelecehan yang kita terima, maka kita akan menjadi sangat marah. Namun jika kita fokus pada solusi, maka dengan sendirinya kemarahan itu akan mereda.
3. Mengubah kebiasaan marah kita.
Marah untuk sekali waktu rasanya normal-normal saja, namun jika kemarahan kita terlalu sering atau bahkan tiada hari tanpa marah, tentu ada yang tidak beres dalam diri kita. Biasanya itu sebagai akibat dari kebiasaan saja. Kita terbiasa marah, makanya hal-hal kecil yang sepele pun sudah cukup untuk membuat kita naik pitam. Kalau masalahnya seperti ini, kita perlu mengubah kebiasaan kita.
4. Biarkan Tuhan berdaulat penuh atas hidup kita.
Sepertinya cara ketujuh ini terlihat klise, namun sebenarnya cara ini justru memiliki hasil yang sangat efektif dalam mengelola kemarahan. Pada saat mengijinkan Tuhan memimpin hidup kita, bukan berarti kita menjadi manusia yang tidak bisa marah. Kita bisa marah, namun kemarahan kita akan sangat terkendali. Mintalah pimpinan dan penyertaan Tuhan senantiasa, sehingga hidup kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain gara-gara kemarahan kita.
Kemarahan lebih banyak ditentukan oleh diri Anda sendiri